Sungguh mengherankan, orang yang berlari dari sesuatu yang tidak mungkin terlepas darinya, lalu mencari sesuatu yang tidak kekal. Sesungguhnya yang buta itu bukan mata kepalanya, tetapi yang buta adalah mata hatinya
الْعُجْبُ كُلّ الْعُجْبِ لِمَنْ يَهْرَبُ مِمَّا لاَ انْفِكَاكَ لَهُ عَنْهُ وَيَطْلُبُ مَا لاَ بَقَاءَ لَهُ مَعَهُ، فَإِنَّهَا لاَ تَعْمَى الْأَبْصَارُوَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوْبُ الَّتِى فِى الصُّدُوْرِ
Sungguh mengherankan, ada seseorang yang menjauh dari tuhannya -Dzat yang tidak mungkin terlepas darinya- dengan melakukan hal-hal yang tidak mendekatkannya kepada Allah. Padahal kebaikan dan kenikmatan Allah terus-menerus mengalir kepadanya tanpa henti.
Ia hendak mencari sesuatu yang tidak kekal -baik itu dunia atau segala sesuatu selain Allah- dengan menuruti ajakan syahwat, hawa nafsu, dan syetan.
Sesungguhnya hal itu terjadi karena kebutaan mata hati -karena ia mencari sesuatu yang buruk sebagai pengganti atas sesuatu yang baik dan memilih yang akan hancur dari pada yang kekal-. Sesungguhnya butanya mata kepala mencegahnya dari melihat hal-hal yang indrawi, sedangkan butanya mata hati mencegahnya dari melihat makna-makna hati dan ilmu-ilmu tuhan.
Syekh Abdul Majid As-Syarnubi, Syarhu kitabil hikam