Bepergian pada dasarnya bukanlah suatu kegiatan ibadah. Para ulama telah bersepakat bahwa suatu perantara memiliki hukum yang sama dengan tujuan. Apabila hukum haji itu wajib, maka hukum perjalanan ke baitulloh menjadi wajib. Apabila berziarah ke makam nabi dan orang-orang soleh itu sunnah, maka mengadakan perjalanan menuju kesana juga sunnah.
Para ulama telah mengatakan bahwa mengadakan perjalanan untuk ber-ziarah ke makam oang-orang soleh itu dibolehkan, karena keumuman dalilnya. Adapun hadits yang mengatakan, la tasyuddur rihaal illa ila tsalaatsati masaajid, masjidi hadza, wal masjidil harom, wal masjidil aqsho (janganlah engkau mengadakan perjalanan kecuali ke 3 masjid, yaitu masjid Nabawi, masjidil Haram, dan masjidil Aqsho) (HR Ahmad, Bukhori, dan Muslim), maksud hadits ini khusus mengenai masjid.
Mengenai hadits ini Imam Nawawi mengatakan, “tidak ada keutamaaan dan fadhilah dalam mengadakan perjalanan kecuali ke 3 masjid ini. Adapun mengadakan perjalan untuk mencari ilmu dan berdagang hukumnya boleh”.
Dari keterangan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa mengadakan perjalanan ke makam nabi hukumnya sunnah, karena ia adalah perantara untuk mencapai hal yang disunahkan -yaitu berziarah ke makam nabi-. Begitu pula disunahkan mengadakan perjalanan ke makam orang-orang soleh dan kerabat sesama muslim. Karena perjalanan itu adalah perantara untuk mencapai tujuan. Sementara mengadakan perjalan untuk urusan-urusan yang mubah hukumnya juga boleh. Wallahu ta’ala a’la wa a’lam.
Syekh Ali Jum’ah, Al-bayan