مَا مِنْ نَفَسٍ تُبْدِيْهِ إِلاَّ وَلَهُ قَدَرٌ فِيْكَ يُمْضِيْهِ
Tidak ada setiap nafas yang keluar, kecuali ada takdir Allah bersamanya.
Setiap nafas yang keluar dari dalam perut adalah takdir Allah yang menuntut hak atas kita. Selalulah menjadi hamba Allah dalam kondisi apapun -baik ketika sedang diberi, ditolak, dimuliakan, dihina, direndahkan, disenangkan, disedihkan, dihilangkan, ditemukan, dan keadaan lainnya-.
Sesungguhnya para ahlullah (kekasih Allah) berusaha untuk mengingat Allah pada setiap nafas yang dihembuskannya, sehingga hatinya akan senantiasa bergantung kepada Allah. Barangsiapa yang melupakan Allah di setiap nafasnya maka ia akan merugi.
Dan barangsiapa yang selalu menjaga Allah, maka ia akan mendapat keberuntungan yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.
Segera Memanfaatkan Umur Untuk Beribadah, Dalam Kondisi Apapun
(Hikmah ke-duapuluh tiga)
لاَ تَتَرَقَّبْ فَرَاغَ الْأَغْيَارِ، فَإِنَّ ذَلِكَ يَقْطَعُكَ عَنْ وُجُوْدِ الْمُرَاقَبَةِ لَهُ فِيْمَا هُوَ مُقِيْمُكَ فِيْهِ
Janganlah engkau menginginkan adanya waktu luang dari kesibukan dunia, karena alasan engkau ingin mendekat kepada Allah. Sesungguhnya keinginanmu itu akan mencegahmu dari upaya mendekatkan diri kepada Allah di dalam kondisi sekarang -yang sedang Allah tetapkan kepadamu-.
Janganlah engkau menunggu berakhirnya kesibukan dan urusan-urusan dunia untuk memulai mendekatkan diri kepada Allah. Mendekatlah kepada Allah dalam kondisi sekarang yang sedang Allah tetapkan padamu.
Karena keinginanmu untuk berpindah pada kondisi yang lain malah akan menyibukkan pikiranmu, sehingga engkau kehilangan waktu untuk mendekat kepada Allah pada kondisi saat ini.
Seorang hamba yang sejati adalah yang selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengingat-Nya kapan dan dimana saja.
Allah berfirman,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan. (QS. Al-Anbiya: 35)
Sesungguhnya Allah akan menguji manusia dengan kesempitan, kelapangan, kesehatan, sakit, kaya, atau fakir, supaya Allah bisa menyaksikan syukurmu ketika berada dalam kondisi yang engkau senangi dan bisa melihat sabarmu dalam kondisi yang engkau benci.
Syekh Abdul Majid As-Syarnubi, syarhu kitabil hikam